Ahmad Hilmi, RFC
1.
Sekilas
Pajak
Pajak
Pusat : PPN, PPh, dan Bea Meterai serta
PBB P3 (Perkebunan Perhutanan dan Pertambangan).
Pajak
Daerah: Pajak Kendaran Bermotor (PKB), PBB P2(Perkotaan dan Pedesaan), Pajak
Hotel, Pajak Restoran, Pajak Reklame, Pajak Hiburan, Pajak Parkir, Pajak galian
C, BPHTB.
1.2. Subjek
Pajak:
Orang
Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia 183 hari
atau berniat tinggal di Indonesia.
1.3. Sistem
Pemungutan Pajak :
Self
Assesment : Menghitung pajak sendiri yang harus dibayar Misal: PPh pasal 25/29
Witholding
System: Menghitung, memotong, menyetor dilakukan oleh pihak lain. Misal: PPh
21/22/23/24/ 4(2).
1.4. Pelaporan
Pajak.
SPT
Masa(bulanan) : SPT PPh Pasal 21, SPT
PPh Pasal 4 ayat 2 final, SPT PPh Pasal 25.
SPT Tahunan: SPT PPh OP Tahunan Usahawan (1770), SPT PPh OP Karyawan (1770S/1770SS).
SPT Tahunan: SPT PPh OP Tahunan Usahawan (1770), SPT PPh OP Karyawan (1770S/1770SS).
2.
Daftar Keluarga
Satu keluarga
merupakan satu kesatuan, jadi seyogyanya dalam satu keluarga hanya ada 1 NPWP,
meskipun suami, istri dan anak yang
belum dewasa sudah berpenghasilan kecuali bila
ada kehendak lain didalam pemisahan harta suami dan istri. Pengisian
daftar keluarga ini akan berdampak kepada nilai penghasilan tidak kena pajak
(PTKP) yang akan muncul dan bagaimana kondisi pemilik penghasilan yang ada.
Sesuai dengan acuan didepan apakah
pemilik penghasilan ini hanya kepada
keluarga atau ada pasangan atau bahkan
sang buah hatinya.
Ini adalah pilihan ketika menulis
status kewajiban perpajakan yang ada, dan akan berpengaruh kepada penghitungan
penghasilan dan penghtungan PTKP.

KK=
Kepala Keluarga, HB= Hidup Berpisah, PH=
Pisah Harta, MT=Manajemen Terpisah
Bila kondisi bukan berkode KK, maka akan ada isian
penghasilan isteri yang dikenakan pajak secara terpisah seperti dibawah ini:

Berikut daftar Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP):
PTKP
|
Nilai
|
TK/0
|
54.000.000
|
K/0
|
58.500.000
|
K/1
|
63.000.000
|
K/2
|
67.500.000
|
K/3
|
72.000.000
|
K/I/0
|
112.500.000
|
K/I /1
|
117.000.000
|
K/I /2
|
121.500.000
|
K/I /3
|
126.000.000
|
3.Harta dan Hutang
Kondisi
Harta dan Hutang seyogyanya
didokumentasikan secara detail, gunanya adalah agar kita bisa memahami aliran dari penghasilan itu berasal dan kemana penghasilan itu bermuara, dalam perencanaan keuangan berguna untuk mengetahui Net Worth
kita. Ini merupakan titik krusial dengan pendokumentasian Harta dan Hutang
secara benar dan rinci kita bisa merencanakan, menentukan dan melakukan
tindakan penghasilan apa saja yang ingin
kita peroleh baik itu penghasilan aktif, pasif (final) atau penghasilan yang
tidak dipajaki dan tujuan keuangan
lainnya.


4.Penghasilan
4.1.
Penghasilan Bukan Objek Pajak
Penghasilan ini
terbilang sangat jarang terjadi, atau terjadi hanya sekali dalam
seumur hidup dan berdasarkan sifatnya
hanya orang orang tertentu saja yang bisa mendapatkannya, dan didapat dengan
syarat tertentu yang langka.

4.2. Penghasilan Final (Penghasilan
Pasif)
Ada 16 Kelompok
Penghasilan yang tergolong Final yakni penghasilan yang dipajaki hanya sekali
ketika penghasilan tersebut diperoleh,
tidak digabungkan dengan penghasilan lain. Penghasilan Final ini sebagian besar
merupakan penghasilan Pasif (Pasif Income) namun ada beberapa yang masuk
penghasilan aktif.
Penghasilan
Pasif antara lain:
1.
bunga
deposito dan tabungan (20%)
2.
bunga
obligasi (15%)
3.
transaksi
penjualan saham di bursa efek (0,1%)
4.
hadiah
undian (20%
5.
Pesangon,
THT. Dan Pensiun (5%)
6.
Penjualan
tanah dan bangunan (2,5%)
7.
sewa
tanah dan bangunan (10%)
8.
bunga
simpanan koperasi (10%)
9.
dividen
(10%)
Penghasilan
Pasif antara lain:
1.
Honorarium
atas bebna APBD/APBN
2.
Penghasilan
istri sebagai karyawati (sesuai PPh21)
3.
Pedagang
UMKM (0,5%)

4.3. Penghasilan Aktif
Penghasilan Aktif
ini adalah penghasilan yang bersifat aktif dilakukan dengan membutuhkan
serangkaian pengorbanan sehingga penghasilan yang muncul masih dianggap
penghasilan kotor, setelah dikurangi segala macam usaha untuk mendapatkannya
maka akan ketemu penghasilan netto nya. Untuk menuju penghasilan netto ada 2
cara pengitungan yang dilakukan, yaitu dengan cara pembukuan dimana segala
aktifitas usaha baik penghasilan, harga
pokok, dan biaya biaya yang muncul dibukukan dengan serangkaian hal yang sesuai
standar pembukuan yang ada. Cara lainnya yaitu Pencatatan, dimana yang didokumentasikan
hanya berupa penghasilan kotor saja,
sehingga untuk menentukan penghasilan netto digunakan norma penghitungan
penghasilan netto yang sudah ditetapkan, dan pencatatan ini hanya bisa
dilakukan untuk total penghasilan maksimal 4,8 Miliar/tahun.
Berikut
contoh penghasilan aktif, antara lain:
1.
Penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan

2.
Penghasilan
sehubungan dengan Pekerjaan Bebas
(untuk
jenis usaha DAGANG, sekarang termasuk kategori UMKM (PP23) dengan tarif 0,5%
final)

Penghitungan
Penghasilan Aktif bila menggunakan PEMBUKUAN

Bukti Potong Pajak
Dalam kegiatan
memperoleh penghasilan adakalanya kita berhadapan dengan berbagai pihak, dimana
dalam pengaturan perpajakan, pihak tersebut diwajibkan untuk memotong pajak
atas penghasilan yang kita terima. Pemotongan ini biasa dilakukan dan kita
hanya perlu mendokumentasikan BUKTI
POTONG yang ada, sebagai bukti bahwa sebagain penghasilan kita, sudah
dilakukan pemajakan, sebelum akhirnya kita akumulasi semua penghasilan kita dan
begitupun berapa total pajak yang telah dipotong terlebih dahulu, sampai akhirnya
kita hitung kembali total penghasilan
dan pajak yang telah kita raih selama setahun.
·
Bukti
Potong PPh Pasal 21 Berkaitan dengan pekerjaan yang kita lakukan
·
Bukti
Potong PPh Pasal 22 Berkaitan dengan pekerjaan dengan pihak pemerintah
·
Bukti
Potong PPh Pasal 23 Berkaitan dengan Jasa
·
Bukti
Potong PPh Pasal 24 Berkaitan dengan penghasilan yang kita peroleh dari LUAR
NEGERI
Kerapihan
pendokumentasian bukti potong ini penting, sebagai pengingat dari mana saja
sumber penghasilan kita dan bukti potong
pajak yang telah kita kumpulkan akan menjadi KREDIT PAJAK/ pajak yang telah
dahulu kita bayar, sehingga pada akhir periode besarnya pajak yang harus kita
bayar akan lebih sedikit karena sudah
kita bayar sebelumnya.

Penghitungan PPh Orang Pribadi
Setelah
kita mengetahui penghasilan aktif kita,
baik dilakukan dengan cara PEMBUKUAN maupun PENCATATAN, hal berikutnya yang
dapat kita ketahui adalah penghasilan NETTO kita, setelah ketemu penghasilan
NETTO boleh dikurangkan dengan zakat
atau iuran keagamaan yang bersifat WAJIB yang terjadi disetiap pemeluk agama di
Indonesia. Setelah itu dikurangi lagi dengan PTKP (penghasilan tidak kena
pajak) kita dari situ muncul nilai Penghasilan Kena Pajak, yaitu penghasilan
yang akan dikenakan pajak yang bersifat
progresif di Indonesia, rinciannya sebagai berikut :
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak
|
Besaran/Tarif
|
a. Sampai dengan Rp 50.000.000
|
5%
|
b. Di atas Rp 50.000.000 s.d.
Rp 250.000.000
|
15%
|
c. Di atas Rp 250.000.000
s.d. Rp 500.000.000
|
25%
|
d. Di atas Rp 500.000.000
|
30%
|
Setelah
ditemukan berapa pajak yang terutang, nanti akan dikurangi dengan KREDIT PAJAK
yakni pajak yang telah dilakukan pemotongan oleh lawan transaksi kita seperti yang telah
dijelaskan terdahulu, kemudian dari sini kita akan dapat mengetahui berapa
besar kekurangan pajak yang harus kita
bayar, atau bisa jadi karena kredit
pajak nya besar sehingga dalam
perhitungan timbul berapa pajak yang
lebih kita bayar dan akhirnya dengan
berbagai mekanisme yang ada akan dikembalikan lagi kepada kita.
Semua
aktifitas ini dapat terdokumentasikan dalam halaman induk seperti dibawah ini:

5.Penutup
Dari paparan diatas telah dikupas komponen yang berkaitan dengan pajak yang erat sekali hubungannya dengan perencanaan
keuangan, dimana kita ketahui anggota keluarga kita peran dan kapasitasnya,
kemudian kondisi Net Worth kita,
bagaimana posisi Harta dan Hutang kita sekarang
dan peran dari Harta dan Hutang itu terdapat kontribusi dalam
mendapatkan penghasilan.
Setelah kita ketahui kondisi keluarga, Harta dan Hutang kita,
kita bersiap mengelola PENGHASILAN kita, seperti apa penghasilan yang kita
peroleh apakah bukan objek pajak, ataukah pernghasilan pasif ataukah aktif.
Dari sini kita merancang akan seperti apa profil kita ke depan dan seberapa efektif pengelolaan asset kita dalam
memperoleh penghasilan dan seberapa efektif pajak yang harus kita bayar,
disitulah tantangannya.
Selamat mengelola asset yang kita punya dalam memperoleh
penghasilan yang ingin kita rencanakan.
*Arrtikel merupakan materi Sharoline, Sharing session onlie di grup WhatsApp SHILA Financial.
*Arrtikel merupakan materi Sharoline, Sharing session onlie di grup WhatsApp SHILA Financial.
No comments:
Post a Comment
Tinggalkan tanggapan, pertanyaan di sini, kami akan segera meresponnya.