Skip to main content

BANYAK ANAK BANYAK REJEKI?


ILA ABDULRAHMAN

Data yang ada di Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)tahun 2016, angka ibu melahirkan masih 2,6 persen. Artinya, rata-rata setiap ibu di Indonesia melahirkan tiga anak. Faktanya 1 orang ibu ada yang memiliki 10 orang anak.

Selama ini dalam masyarakat terpatri kepercayaan, banyak anak banyak rejeki. Benarkah? Benar atau tidak tergantung kepercayaan masing-masing individu. Anak sendiri merupakan sebuah bentuk rezeki.

Dan hal lain tentang memiliki anak dalam hadits, “Apabila manusia itu telah mati maka terputuslah dari semua amalnya kecuali tiga perkara :
1. Shadaqah jariyah
2. Atau ilmu yang bermanfaat
3. Anak shalih yang mendo’akannya”, Inilah puncak tertinggi dari mempunyai anak, yaitu anak yang shalih yang bermanfaat bagi orang tua di dunia dan di akhirat. Alasan inilah yang dipakai sebagian orang, dengan memiliki banyak anak, berharap peluang anak yang sholeh-sholehah semakin banyak.

Di sisi lain, bahwa yang dimaksud banyak anak banyak rezeki tidak hanya berupa finansial diatas kebutuhan, namun kesehatan, kesempatan dan kebahagiaan memiliki keturunan, ada penerus dan pewaris, dengan hubungan yang saling menyayangi adalah juga bagian dari rezeki.

Telegraph UK menyatakan bahwa para perempuan yang memiliki satu atau banyak anak merasakan dirinya lebih berharga, dan menjadi lebih bahagia dalam menjalani hidup. Suasana hati yang tenang dan jarang bergejolak membuat seorang manusia mampu melakukan apa saja, bahkan hal yang paling berat sekalipun.

Namun, anggapan banyak anak banyak rezeki menimbulkan ketidaknyamanan, bagi pasangan, yang baik dengan terencana atau tidak, belum memiliki keturunan. Tidak atau belum memiliki keturunan dianggap, tabu bahkan aib. Padahal tidak demikian. Memiliki anak atau tidak menuntut konsekuensi masing-masing.

Apakah dengan memiliki banyak anak akan banyak rejeki, sebelumnya mari membahas kewajiban apa saja sebagai orang tua saat kita memiliki anak.

“Berkata Anas r.a. telah bersabda Rasulullah Saw: “Seorang anak disembelihkan aqiqah, diberi nama dan dibersihkan dari (kotoran) yang membahayakan pada usia tujuh hari. Apabila telah sampai usia enam tahun didiklah. Jika telah sampai usia sembilan tahun pisahkan tempat tidurnya. Apabila telah sampai usia tiga belas tahun telah melaksanakan shalat dan apabila telah sampai umur enam belas tahun nikahkanlah, lalu pegang tangannya dan katakan:  Sungguh telah aku didik engkau dan telah kuberi ilmu dan telah aku nikahkan engkau maka aku berlindung kepada Allah dari fitnahmu di dunia dan adzabmu di akhirat”

Berdasarkan hadits di atas, diantara kewajiban orangtua terhadap anaknya adalah memberi nama yang baik, memberi nafkah, mendidik dan menikahkannya setelah sampai waktunya untuk menikah (baligh).


Memberi Nama yang Baik

Sebelum memberi nama, tentunya didahului dengan hadirnya anak yang diawali dengan kehamilan, perlu biaya selama kehamilan baik untuk pemeriksaan ataupun obat-obatan dan biaya persalinan. Biaya ini besarannya perlu disiapkan jauh-jauh hari, bahkan sejak anda menikah. Berapa besarannya? Tergantung apakah persalinan normal atau ada kemungkinan cesar? Juga kelas perawatan menentukan besaran biaya. Biaya ini bisa ditanggung oleh asuransi kesehatan bisa juga tidak, tergantung kepesertaan yang diikuti. Namun BPJS kesehatan asal Anda mendaftar dan membayar, persalinan, kacamata masuk dalam benefit/manfaat yang diberikan. Cek biaya di rumah sakit mana nanti Anda hendak melakukan persalinan, berapa biayanya, dan berapa yang ditanggung oleh asuransi Anda, siapkan selisih yang harus dibayar sendiri. Dalam hal Anda melahirkan mendadak dapat menggunakan Dana Darurat, dan berlaku hukum meminjam.

Sebagai contoh, Biaya persalinan normal di kota Solo tahun 2017, berkisar antara Rp 500 ribuan hingga Rp 6 Juta tergantung siapa yang menolong persalinan apakah bidan atau dokter kandungan, juga tergantung kelas kamar yang ditempati. 

Jika full menggunakan BPJS Kesehatan, maka biaya menjadi RP 0,-

Kewajiban pertama sebagai orang tua terhadap anak adalah memberi nama yang baik, dalam islam biasanya disematkan saat pelaksanaan aqiqah. Pelaksanaan penyembelihan Aqiqah, bisa 1 ekor atau 2 ekor kambing atau domba, tergantung jenis kelamin anak. Jika jenis kelamin anak perempuan, maka cukup menyembelih 1 ekor kambing, jika jenis kelamin anak laki-laki, maka 2 ekor kambing atau domba. Harga 1 ekor kambing berkisar antara Rp 800 ribu hingga Rp 2 jutaan, tergantung besar kecilnya.

Nah, berapa biaya untuk aqiqah ini? Tergantung harga kambing dan jumlah undangan saat walimah aqiqah. Biaya Aqiqah ini juga dipersiapkan dengan berinvestasi jauh-jauh hari, selambat-lambatnya sejak Anda atau pasangan hamil.

Biaya aqiqah setidaknya perlu disiapkan Rp 2 jutaan (1 kambing dan lain-lain), jika anak perempuan.

Jadi Anda perlu menyiapkan biaya kehamilan dan pemberian nama ini setidaknya sebesar Rp 2 jutaan dengan BPJS Kesehatan atau Rp 8 jutaan antisipasi jika harus Cesar. Jika pada akhirnya persalinan Normal dan full covered BPJS, maka sisa dana dapat dialokaiskan untuk Investasi Pendidikan.
 
Memberi Nafkah atau Biaya Hidup

Setelah anak lahir, sebagai orang tua harus mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan yang layak, termasuk biaya kesehatan, bahkan tidak hanya sekedar cukup, sebagai orang tua tentunya ingin memberikan yang terbaik dan lebih.

Mendidik

Mendidik perlu disiapkan dengan Perencanaan Pendidikan, baik formal maupun informal, di dalam rumah maupun di luar rumah, hingga jenjang pendidikan yang ingin diberikan, apakah sampai strata 1, strata 2 atau lainnya. Ingat untuk memilih produk investasi yang tepat, karena jika salah produk, tidak hanya buang-buang waktu, namun juga buang-buang uang, yang pada akhirnya dapat berefek pada kurangnya dana pendidikan yang tersedia.

Perencanaan pendidikan ini perlu di-breakdown pada tiap tahun disetiap jenjang level pendidikan disesuaikan dengan karakter risiko dan tujuan keuangan (jangka waktu). Apakah konservatif, moderat  atau agresif? Apakah jangka pendek, menengah atau panjang, beda karakter dan jangka waktu, beda instrumen investasinya, sehingga diketahui nominal yang harus diinvestasikan setiap bulannya, dan letak penempatannya.

Misal, untuk anak usia 0 tahun saat ini, untuk biaya kuliah saja butuh Rp 2- 6 milyar. Nah, alokasi investasi perbulannya akan berbeda pada tiap orang.

Menikahkan 

Kewajiban terakhir sebagai orang tua terhadap anak yang berhubungan dengan finansial adalah pernikahan anak. Mulai menjadi wali untuk anak perempuan atau memberi izin. Pernikahan dalam islam, sederhana dan mudah, biasanya yang membuat rumit dan membengkaknya biaya, karena terkait dengan, budaya, adat istiadat maupun tradisi setempat.

Anak adalah karunia, nikmat dan rezeki bagi keluarga yang menerima. Masalah apakah banyak anak banyak rezeki secara finansial, kembali kepada bahwa setiap mahkluk diberikan jatah 4 level rezeki, mulai dari rezeki yang dijamin, rejeki yang diusahakan, rejeki orang bersyukur dan rejeki orang yang bertaqwa. Dilevel mana tergantung orangnya.

Dalam sudut ilmu perencanaan keuangan, semua kewajiban orang tua terhadap anak tersebut diatas tidak boleh terhalang oleh sakit ataupun meninggalnya orang tua. Nah, mampukah memiliki banyak anak, dengan tuntutan kewajiban diatas dengan rejeki yang dimiliki saat ini? Siapkah berusaha lebih untuk dengan jumlah anak yang lebih?

Benarkah banyak anak banyak rejeki secara finansial, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan diatas?

Sunnatullah tidak ada rejeki lebih tanpa usaha, tanpa ikhtiar, tanpa bersyukur dan beriman. Jika hanya pasrah pada keadaan, jatah rezeki manusia hanyalah rejeki yang dijamin saja. Jumlah anak berkorelasi dengan biaya hidup, makin banyak jumlah anak, makin besar kebutuhan dan biaya  yang harus dipenuhi. Merencanakan memiliki anak tidak ada salahnya, jangan sampai, banyak anak-banyak umat hanya seperti buih dilautan, ramai riaknya, namun tidak pada kualitasnya.

Semoga bermanfaat. Salam Financial !

Untuk layanan konsultasi & Free Financial check up : 085747588894
Event : 08881851225, shila.financial@gmail.com

Artikel telah diterbitkan oleh detik finance.

credit foto : google

Popular posts from this blog

NAFKAH ANAK PASCA BERCERAI, TANGGUNGJAWAB SIAPA ?

Sering sekali, pasca cerai, mantan istri banting tulang bak roller coaster demi memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Suami? Kan kita sudah cerai, dan kamu udah nikah lagi. Pernah dengar yang begini?  Lalu, sebenarnya kewajiban siapakah?  1. Secara syariah  Setiap manusia – selain Adam, Hawa, dan Isa–, tercipta dari satu ayah dan satu ibu. Karena itu, dalam aturan agama apapun, tidak ada istilah mantan anak, atau mantan bapak, atau mantan ibu. Karena hubungan anak dan orang tua, tidak akan pernah putus, sekalipun berpisah karena perceraian atau kematian. Berbeda dengan hubungan karena pernikahan. Hubungan ini bisa dibatalkan atau dipisahkan. Baik karena keputusan hakim, perceraian, atau kematian. Di sinilah kita mengenal istilah mantan suami, atau mantan istri. Dalam islam, kewajiban memberi nafkah dibebankan kepada ayah, dan bukan ibunya. Karena kepada keluarga, wajib menanggung semua kebutuhan anggota keluarganya, istri dan anak-anaknya. Keterangan selengkapny

6 CIRI HIDUP MAPAN, KAMU TERMASUK NGGAK ?

Hidup mapan adalah dambaan dan kewajiban setiap orang. Karena kita diberi Allah kekayaan dan kecukupan, bukan kekayaan dan kemiskinan. Jadi siapa yang menjadikan kita miskin, adalah diri kita sendiri, akibat tidak merencanakan keuangan dengan baik, sehingga timpang dan tidak proporsional dalam membagi pos-pos keuangan. Beberapa contohnya karena tidak mengeluarkan hak Allah, pelit dalam berinfak sedekah, boros, dan banyak mengeluarkan harta secara sia-sia. Rejeki memang Allah yang memberi, namun manusialah yang seharusnya pandai mengatur agar cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan baik di dunia dan akherat kelak, sehingga kemapanan dapat dicapai. Aidil Akbar Madjid dalam kata-kata mutiaranya menulis, jika hidupmu mapan, maka wajahmu (yang tak tampan) akan termaafkan. ” Sepakat, karena setelah mapan, ketampanan itu bisa diusahakan. So, jika hidupmu mapan, pasangan rupawanpun bukan sekedar impian. Ya kan? Banyak orang mengasosiasikan hidup mapan dengan aset yang dimili

Wakaf, Mengapa Harus Menjadi Bagian dari Perencanaan Keuangan Muslim?

WAKAF Planning Menggunakan Produk Keuangan "Endowment". Saat ini Wakaf menjadi gerakan untuk menggalang dana beasiswa. Beberapa kampus di Indonesia, menerbitkan produk Reksadana Endowment, Deposito Endowment. Contohnya salah satu kampus di Jawa Barat & Jakarta bekerjasama dengan Manajer Investasi menerbitkan produk Reksadana Endowment, dimulai dari dana Lumpsum yang telah dimiliki, kemudian ditambah dana dari para alumni, mulai besaran 100rb, bahkan 10 ribu per penempatan. Imbal hasil atau keuntungan digunakan untuk membiayai UKT ataupun biaya hidup mahsiswa-mahasiwa yang kesulitan yang tidak tercover oleh beasiswa semacam bidikmisi dsb, sedangkan pokok, menjadi dana abadi yang semakin membesar. Bagaimana dengan Almamatermu? Sudahkah juga menerbitkan Reksadana Endowment? Dibawah adalah contoh Merencanakan Wakaf yang kita wajibkan dalam Perencanaan Keuangan seorang Muslim, dimana penyalurannya salah satunya melalui RD endowment. Mengapa Wakaf harus menjadi Bagian dari Per