Skip to main content

Fiqih Mawaris, Sumber Hukum Waris

C.  SUMBER HUKUM WARIS
 
Ilmu Waris Islam adalah merupakan bagian dari ilmu Fiqh. Tentu ia memiliki sumber sebagaimana layak Ilmu Fiqh lainnya. Ilmu Waris bersumber dari sumber pokok ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah. yang diperkuat oleh Ijma ulama. Al-Qur’an sebagai sumber pertama menjelaskan secara jelas hak-hak penerimaan warisan dari harta warisan yang ditinggalkan, seperti yang dijelaskan dalam berbagai ayat, seperti ayat 7, 11, 12 dan 176 dari surat al-Nisa’, dan surat lainnya.  Disamping itu ilmu Mawaris Islam bersumber dari al-Hadist, seperti hadist yang diriwayatkan al-Dairamiy:
قَالَ النَِّبيُّ  صَلَّى اللهُ  عَليَْهِ  وَ سَلَّمَ: " اِلْحَقُوا  اْلفَرَائِضَ  بِأَهْلِهَا،  فَمَا بَقِيَ فَهُوَ  ِلأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ"
“Nabi bersabda: “Berikanlah harta pusaka kepada orang-orang yang berhak. Sesudah itu, sisanya untuk orang laki-laki yang lebih utama”.
Selain hadist di atas itu, Ijma’ juga merupakan salah satu sumber dari ilmu Mawaris, karena banyak hal yang menjadi kesepakatan ulama yang diterapkan dalam pembagian harta warisan, seperti:
a.       Status pembagian warisan antara kakek dan saudara-saudara. Dalam al-Qur’an hal ini tidak dijelaskan, akan tetapi menurut kebanyakan ulama dengan cara mengikuti pandangan Zaid bin Sabit, bahwa bagian kakek harus mendapat bagian yang paling menguntungkan, dari beberapa  cara: Muqasamah (bagi rata), 1/6 seluruh harta peninggalan, 1/3 sisa, jika mereka bersama zawil furudh lainnya dan jika mereka tidak bersama zawil furudh mereka menerima muqasamah dan  1/3 seluruh harta.
b.      Status cucu yang ayahnya lebih dahulu meninggal daripada kakek yang bakal menerima warisan bersama saudara-saudara ayah cucu yang meninggal tadi. Menurut undang-undang Hukum Waris Mesir setelah mengadopsi pandangan ulama Salafi dan Khalafi, bahwa cucu tadi mendapat warisan dengan jalan wasiat wajibah. Misalnya ada seorang meninggal dunia (A), dia mempunyai dua orang anak (B) dan (C) dimana  (C) ini telah meninggal lebih dahulu sebelum (A) meninggal dan memiliki anak (D). Maka harta peninggalan si (A) diambil seluruhnya (B) sebab ia menghijab cucu (D). Tetapi, susugguhnya ia akan mendapatkan bagian ayahnya bila ayahnya masih hidup, oleh karena itu ia diberikan dengan jalan wasiat wajibah.
 
D.  HUBUNGAN DENGAN HUKUM WARIS NASIONAL
Hukum waris Islam merupakan bagian hukum yang diberlakukan bagi orang-orang yang memeluk agama Islam, sebab di Indonesia diberlakukan pada umumnya beberapa hukum waris, diataranya:
1.      Untuk warga negara golongan Indonesia asli, pada perinsipnya berlaku hukum adat sesuai dengan daerah masing-masing.
2.      Untuk warga negara golongan Indonesia asli yang beragama Islam di berbagai daerah diberlakukan hukum Islam yang sangat berpengaruh.
3.      Bagi orang Arab pada umumnya berlaku hukum Islam secara keseluruhan.
4.      Bagi orang-orang Tionghoa dan Erofa berlaku hukum warisan dari Gugerlijik Wetboeh.
 
Artikel Terkait:

Popular posts from this blog

NAFKAH ANAK PASCA BERCERAI, TANGGUNGJAWAB SIAPA ?

Sering sekali, pasca cerai, mantan istri banting tulang bak roller coaster demi memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Suami? Kan kita sudah cerai, dan kamu udah nikah lagi. Pernah dengar yang begini?  Lalu, sebenarnya kewajiban siapakah?  1. Secara syariah  Setiap manusia – selain Adam, Hawa, dan Isa–, tercipta dari satu ayah dan satu ibu. Karena itu, dalam aturan agama apapun, tidak ada istilah mantan anak, atau mantan bapak, atau mantan ibu. Karena hubungan anak dan orang tua, tidak akan pernah putus, sekalipun berpisah karena perceraian atau kematian. Berbeda dengan hubungan karena pernikahan. Hubungan ini bisa dibatalkan atau dipisahkan. Baik karena keputusan hakim, perceraian, atau kematian. Di sinilah kita mengenal istilah mantan suami, atau mantan istri. Dalam islam, kewajiban memberi nafkah dibebankan kepada ayah, dan bukan ibunya. Karena kepada keluarga, wajib menanggung semua kebutuhan anggota keluarganya, istri dan anak-anaknya. Keterang...

6 CIRI HIDUP MAPAN, KAMU TERMASUK NGGAK ?

Hidup mapan adalah dambaan dan kewajiban setiap orang. Karena kita diberi Allah kekayaan dan kecukupan, bukan kekayaan dan kemiskinan. Jadi siapa yang menjadikan kita miskin, adalah diri kita sendiri, akibat tidak merencanakan keuangan dengan baik, sehingga timpang dan tidak proporsional dalam membagi pos-pos keuangan. Beberapa contohnya karena tidak mengeluarkan hak Allah, pelit dalam berinfak sedekah, boros, dan banyak mengeluarkan harta secara sia-sia. Rejeki memang Allah yang memberi, namun manusialah yang seharusnya pandai mengatur agar cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan baik di dunia dan akherat kelak, sehingga kemapanan dapat dicapai. Aidil Akbar Madjid dalam kata-kata mutiaranya menulis, jika hidupmu mapan, maka wajahmu (yang tak tampan) akan termaafkan. ” Sepakat, karena setelah mapan, ketampanan itu bisa diusahakan. So, jika hidupmu mapan, pasangan rupawanpun bukan sekedar impian. Ya kan? Banyak orang mengasosiasikan hidup mapan dengan aset yang dimili...

Belajar dari Kasus Perceraian Ria Ricis & Tengku Ryan, Bagiamana Sebaiknya Perceraian?

Terima kasih Ryan-Icis, dengan kasus kalian, banyak Ibu belajar menjadi mertua, banyak gadis belajar jadi menantu, dan para pria, belajar jadi suami dan anak seorang ibu. Per 05 Mei 2024 sore sebelum ditutup aksesnya oleh MA, putusan sidang Ria Ricis & Tengku Ryan bernomor 547/PDT.G/2024/PA.JS telah didownload sekitar 500ribu kali. Credit Foto : Liputan 6 Ya, putusan sidang yang telah ingkrah memang dapat diakses oleh siapa saja, sehingga bijak-bijaklah dalam declare alasan perceraian yang akan digunakan sebagai alasan di pengadilan. Bicarakan dan sepakati semua di luar pengadilan. Bayangkan, jika kelak anak cucu membaca apa alasan tersebut, sangat mungkin apa yang disebut "aib" akan melukai mereka. Menurut Perencana Keuangan, Ila Abdulrahman, berikut adalah hal-hal yang baiknya dibicarakan di luar persidangan, yaitu tepatnya sebelum sidang perceraian. Bayangkan seperti drama-drama korea, surat gugatan telah disepakati dan ditandatangani berdua, baru diajukan ke pengadi...