Skip to main content

MENSIASATI KESENJANGAN PENDAPATAN DALAM KELUARGA



Jakarta - Dalam artikel Keuangan dan Pernikahan (23/12/2016), disinggung bahwa pekerjaan dan penghasilan merupakan salah satu permasalahan dalam rumah tangga.

Suami bekerja, istri tidak. Atau suami menganggur dan istri tetap bekerja. Atau suami-istri bekerja tetapi salah satunya memiliki penghasilan lebih besar dari yang lain.

Orang tua si istri memiliki banyak uang dan orang tua si suami miskin. Berbagai ketimpangan di atas sering memunculkan permainan kekuasaan. Lebih parah dapat menyebabkan konflik dan pertikaian yang berujung pada perceraian.

Data Kementerian Agama, dari 2 juta pernikahan setiap tahun, ada 200 ribuan yang bercerai. Dari 200 ribuan yang bercerai, tertinggi karena persoalan ekonomi.

Secara umum biasanya suami sebagai kepala keluarga memiliki pendapatan yang lebih besar dari istri, namun dewasa ini sudah hal yang lumrah, bahwa terkadang istri berpenghasilan lebih besar dari suami.

Masalahnya Indonesia memiliki pola paternalistik dalam pengelolaan keluarga, termasuk keuangan, sehingga kondisi tersebut 'menyinggung' suami. Data 2013, dari jumlah rumah tangga di Amerika Serikat, para ibu yang gajinya lebih besar dari suaminya mencapai 40% (Pew Research Center).

Penghasil uang lebih banyak cenderung ingin mendiktekan prioritas pengeluaran. Dan tak jarang bisa dikatakan lebih sombong dan kurang menghargai pasangannya.

Umumnya ini terjadi jika yang berpenghasilan lebih kecil adalah suami. Apalagi jika pasangan yang berpenghasilan lebih kecil lebih banyak maunya dibanding yang pasangannya. Tak jarang membuat pasangan yang berpenghasilan lebih besar jengkel.