Skip to main content

PENGANTAR FIQIH MAWARIS (1)


A. Pengertian
Istilah Fiqh Mawaris (فقه المواريث) sama pengertiannya dengan Hukum Kewarisan dalam bahasa Indonesia, yaitu hukum yang mengatur tata cara pembagian harta peninggalan orang yang meninggal dunia.
Ada dua nama ilmu yang membahas pembagian harta warisan, yaitu ilmu mawaris (علم المواريث) dan ilmu fara'id(علم الفرائض). Kedua nama ini (mawaris dan fara'id) disebut dalam al-Qur'an maupun al-hadis. Sekalipun obyek pembahasan kedua ilmu ini sama, tetapi istilahnya jelas berbeda. 
Kataمواريث  adalah jama' dari   ميراث dan miras itu sendiri sebagai masdar dari  ورث – يرث- ارثا - وميراثا .Secara etimologi kata miras mempunyai beberapa arti, di antaranya:  al-baqa'  (البقاء) yang kekal; al-intiqal(الانتقال) "yang berpindah", dan al-maurus (الموروث) yang maknanya at-tirkah (التركة) "harta peninggalan orang yang meninggal dunia". Ketiga kata ini (al-baqa', al-intiqal, dan at- tirkah) lebih menekankan kepada obyek dari pewarisan, yaitu harta peninggalan pewaris. [Muhammad 'Ali as-Sabuny, al-Mawaris fi asy-Syari'ah al-Islamiyyah fi Dau al-Kitab a as-Sunnah, 1989, hlm. 33-34, Muhammad Abd. Rahim al-Kyiska, al-Miras al-Muqaran, 1969, hlm. 7, Wahbah az- Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy a Adillathu, 1989, VIII: 243]

Dari pengertian mawaris secara bahasa di atas dapat dipahami bahwa ilmu yang membahas kewarisan disebut ilmu mawaris antara lain karena yang dibahasnya adalah mengenai tata cara pemindahan harta peninggalan orang yang meninggal dunia (dari kata miras yang berarti al-intiqal), atau karena yang dibahas oleh ilmu ini ialah harta peninggalan orang yang meninggal dunia (dari kata miras yang berarti tirkah).
Adapun kata fara'id  (الفرائض) menurut bahasa merupakan bentuk jama' dari kata faridah (الفريضة). Kata ini berasal dari kata fardu (الفرض) yang mempunyai arti cukup banyak. Oleh para ulama, kata fara'id diartikan sebagai al-mafrudah(المفروضة) yang berarti al-muqaddarah (المقدّرة)bagian-bagian yang telah ditentukan. Dalam kontek kewarisan adalah bagian para ahli waris. Dengan demikian secara bahasa, apabila ilmu yang membahas kewarisan disebut ilmu fara'id karena yang dibahas adalah bagian para ahli waris, khususnya ahli waris yang bagiannya sudah ditentukan.
Apabila dibandingkan kedua istilah di atas dalam pengertian bahasa, kata mawaris mempunyai pengertian yang lebih luas dan lebih menampung untuk menyebut ilmu yang membahas tata cara pembagian harta peninggalan orang yang meninggal dunia dibandingkan istilah fara'id.
Apabila ditelusuri pemakaian kedua istilah di atas di kalangan para ulama, tampaknya pada awalnya lebih banyak digunakan kata fara'id daripada kata mawaris. Hal ini dapat dilihat dari fiqh-fiqh klasik yang dalam salah satu babnya memakai judulbab al- faraid atau kitab al-fara'id, sebagai judul pembahasan kewarisan. Adapun pada masa belakangan menunjukkan kebalikannya, yaitu lebih banyak digunakan kata mawaris, seperti Wahbah az-Zuhaili dalam karyanya "al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu", jilid VIII dalam bab ke-6 memberi judul babnya الميراث. Buku-buku yang khusus membahas kewarisan banyak yang menggunakan nama mawaris atau miras, seperti buku yang ditulis oleh Hasanain Muhammad Makhluf dengan nama: المواريث فى الشريعة الاسلامية ; Muhammad Yusuf Musa: التركة والميراث فى الاسلام ; Muhammad Abu Zahrah:
احكام التركات والمواريث  Hilal Yusuf Ibrahim : احكام الميراث للمسلمين وغير المسلمين  dll.
Secara terminologi terdapat beberapa rumusan yang dikemukakan oleh para ulama mengenai pengertian ilmu mawaris atau ilmu fara'id. Banyak para ulama yang membuat rumusan bahwa ilmu mawaris atau ilmu fara'id merupakan gabungan antara ilmu fiqh dan ilmu hitung, sehingga dengan gabungan kedua ilmu ini dapat diketahui siapa saja yang mempunyai hak atas harta peninggalan seseorang dan berapa penerimaannya. Beberapa rumusan tersebut di antaranya:
Menurut as-Syaikh Muhammad al-Khatib al-Syarbini:
الفقه المتعلق بالارث ومعرفة الحساب الموصل إلى معرفة ذلك ومعرفة  قدر الواجب من التركة لكل ذى حقّ (مغنى المحتاج,3:3 )
"Ilmu fiqh yang berpautan dengan pembagian harta warisan dan pengetahuan tentang cara perhitungan yang dapat menyampaikan kepada pembagian harta warisan tersebut dan pengetahuan tentang bagian-bagian yang wajib dari harta warisari bagi semua pihak yang mempunyai hak".
Menurut Wahbah az-Zuhaily:
قواعد فقهية وحسابية يعرف بها نصيب كل وارث من التركة (الفقه الاسلامى وادلته, 8: 243 )
"Kaidah-kaidah fiqh dan perhitungan yang dengannya dapat diketahui bagian semua ahli waris dari harta peninggalan".
Prof. Hasbi dalam bukunya Fiqhul  Mawaris, hlm. 18 mendefiniskan:
قواعد من الفقه والحساب يعرف بها ما يخصّ كلّ ذى حقّ فى التركة ونصيب كلّ وارث منها
Dari rumusan di atas dapat dibuat rumusan Fiqh Mawaris/Hukum Kewarisan, yaitu: "Aturan hukum yang mengatur pembagian harta peninggalan orang yang meninggal dunia, siapa saja yang mempunyai hak atas peninggalan tersebut, siapa saja ahli waris dan berapa bagiannya".
Dari rumusan di atas dapat diketahui bahwa menurut hukum Islam, kewarisan baru terbuka setelah pewaris meninggal dunia.
Berbeda halnya dengan pengertian kewarisan menurut hukum adat, karena menurut hukum adat, kewarisan itu proses penerusan harta benda dari suatu angkatan manusia (generasi) kepada turunannya. Hal ini seperti dikemukakan oleh Prof. Dr. R. Soepomo, SH. dalam bukunya Bab-Bab Tentang Hukum Adat, hlm. 81-82, sebagai berikut:
"Hukum adat waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele goederen) dari satu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya. Proses itu telah mulai dalam waktu orang tua masih hidup. Proses tersebut tidak menjadi "akuut" oleh sebab orang tua meninggal dunia. Memang meninggalnya bapak atau ibu adalah suatu peristiwa yang penting bagi proses itu, akan tetapi sesungguhnya tidak mempengaruhi  secara radikal proses penerusan dan pengoperan harta benda dan harta bukan benda tersebut. Proses itu berjalan terus, hingga angkatan (generatie) baru, yang dibentuk dengan mencar atau mentasnya anak-anak, yang merupakan keluarga-keluarga baru, mempunyai dasar kehidupan materieele sendiri dengan barang-barang dari harta peningalan orang tuanya sebagai fondamen".
Dari rumusan kewarisan menurut hukum adat di atas, dapat diketahui bahwa pewarisan itu (1). suatu proses meneruskan sertamengoperkan harta benda keluarga, oleh karena proses maka pewarisan sudah dimulai ketika orang tua masih hidup. (2). Dari satu generasi (orang tua) kepada turunannya, oleh karena itu ahli waris utama dalam hukum adat adalah anak turunnya pewaris, (3) Peralihan harta Pewarisan tidak menjadi akuut dengan  meninggalnya salah satu orang tua, artinya ketika orang tua meningal dunia harta bendanya tidak harus segera dibagi.

Popular posts from this blog

6 CIRI HIDUP MAPAN, KAMU TERMASUK NGGAK ?

Hidup mapan adalah dambaan dan kewajiban setiap orang. Karena kita diberi Allah kekayaan dan kecukupan, bukan kekayaan dan kemiskinan. Jadi siapa yang menjadikan kita miskin, adalah diri kita sendiri, akibat tidak merencanakan keuangan dengan baik, sehingga timpang dan tidak proporsional dalam membagi pos-pos keuangan. Beberapa contohnya karena tidak mengeluarkan hak Allah, pelit dalam berinfak sedekah, boros, dan banyak mengeluarkan harta secara sia-sia. Rejeki memang Allah yang memberi, namun manusialah yang seharusnya pandai mengatur agar cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan baik di dunia dan akherat kelak, sehingga kemapanan dapat dicapai. Aidil Akbar Madjid dalam kata-kata mutiaranya menulis, jika hidupmu mapan, maka wajahmu (yang tak tampan) akan termaafkan. ” Sepakat, karena setelah mapan, ketampanan itu bisa diusahakan. So, jika hidupmu mapan, pasangan rupawanpun bukan sekedar impian. Ya kan? Banyak orang mengasosiasikan hidup mapan dengan aset yang dimili

SHILA FINANCIAL

Shila Financial is a trusted financial consultancy brand committed to providing easy-to-implement, affordable, and professional financial solutions to the public. We recognize that many people struggle with managing their finances, and therefore we have Certified Financial Planners and internationally licensed professionals to help them better plan their finances and achieve a more empowered life and financial position. We have two business units: Shila Consulting and Shila Institute. Shila Consulting focuses on providing financial planning services, tax services, transfer pricing, mental health, branding, media planning and legal services to our clients. Shila Institute offers short classes on financial planning and related matters that are affordable and accessible to the general public, both for individuals and companies. We always prioritize high ethical and professional values in providing our services. We are committed to providing quality and trustworthy services to our clients

MEDIA PLANNING

We provide branding and media planning consultation to businesses of all sizes and industries, helping them to establish a strong brand identity, develop effective marketing strategies, and maximize their advertising budget. Our partner team of experts works closely with clients to understand their unique needs and goals, and tailor our services to meet those specific requirements. Whether you are a startup looking to build your brand from scratch, or an established company seeking to revitalize your marketing efforts, we are here to help you elevate your brand, expand your reach, and excel in your industry.  Contact Us    +62 888-1851-225 shila.financial@gmail.com