Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 40/DSN-MUI/X/2003, tentang:
Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal
Menimbang :
a. Bahwa perkembangan ekonomi suatu negara tidak lepas dari perkembangan pasar modal.
b. Bahwa pasar modal berdasarkan prinsip syariah telah dikembangkan di berbagai negara.
c. Bahwa umat Islam Indonesia memerlukan Pasar Modal yang aktivitasnya sejalan dengan prinsip Syariah.
d.
Bahwa oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Dewan Syariah
Nasional MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang Pasar Modal dan
Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
Mengingat :
• Firman Allah, antara lain: ...dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba... (QS. al-Baqarah [2]: 275)
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika
kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa
Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya. (QS. al-Baqarah [2]: 278-279).
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. (QS. An-Nisa [4] : 29)
Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah (QS. Al-Jumu’ah [62] : 10)
Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu...(QS. Al-Ma’idah [5]: 1)
• Hadis Nabi s.a.w antara lain:
“Tidak
boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang
lain.” (Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat
Ahmad dari Ibnu ‘Abbas dan Malik dari Yahya).
“Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu” (HR. Al Khomsah dari Hukaim bin Hizam).
“Tidak
halal (memberikan) pinjaman dan penjualan, tidak halal (menetapkan) dua
syarat dalam satu jual beli, tidak halal keuntungan sesuatu yang tidak
ditanggung resikonya, dan tidak halal (melakukan) penjualan sesuatu yang
tidak ada padamu” (HR. Al Khomsah dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari
kakeknya).
“Rasulullah s.a.w melarang jual beli yang mengandung
gharar” (HR. Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, dan Ibnu Majah dari Abu
Hurairah).
“Rasulullah s.a.w melarang (untuk) melakukan penawaran palsu” (Muttafaq ‘alaih).
“Nabi SAW melarang pembelian ganda pada satu transaksi pembelian” (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan al-Nasa’i).
“Tidak boleh menjual sesuatu hingga kamu memilikinya” (HR. Baihaqi dari Hukaim bin Hizam).
“Perdamaian
dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin
terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR Al-Tirmidzi dari Amr bin
Auf)
“Allah swt berfiman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang
yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang
lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, aku keluar dari mereka.’
(HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim dari Abu Hurairah).
“Dari
Ma’mar bin Abdullah, dari Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah melakukan
ikhtikar (penimbunan/monopoli) kecuali orang yang bersalah” (HR.
Muslim).
• Kaidah fiqh: “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkan.”.
“Tidak boleh melakukan perbuatan hukum atas milik orang lain tanpa seizinnya”
Memperhatikan :
1. Pendapat Ulama, antara lain:
a.
Pendapat Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni juz 5/173 [Beirut:Dar al Fikr,
tanpa tahun]: Jika salah seorang dari dua orang berserikat membeli porsi
mitra serikatnya, hukumnya boleh karena ia membeli milik pihak lain.
b.
Pendapat Dr. Wahbah al-Zuhaili dalam Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu
juz 3/1841: Bermuamalah dengan (melakukan kegiatan transaksi atas) saham
hukumnya boleh, karena pemilik saham adalah mitra dalam perseroan
sesuai dengan saham yang dimilikinya.
c. Pendapat para ulama yang
menyatakan kbolehan jual beli saham pada perusahaan-perusahaan yang
memiliki bisnis yang mubah, antara lain dikemukakan oleh Dr. Muhammad
‘Abdul Ghaffar al-Syarif (al-Syarif, Buhuts Fiqhiyyah Mu’ashirah,
[Beirut: Dar Ibn Hazm, 1999], h.78-79); Dr. Muhammad Yusuf Musa (Musa,
al-Islam wa Muskilatuna al-Hadhirah, [t.t : Silsilah al-Tsaqafah
al-Islamiyah, 1958], h.58). Dr. Muhammad Rawas Qal’ahji, (Qal’ahji,
al-Mu’amalat al-Maliyah al-Mu’ashirah fi Dhaw’i al-Fiqh wa al-Syari’ah,
[Beirut: Dar al-Nafa’is, 1999]). Syaikh Dr. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz
al-Matrak (Al-Matrak, al-Riba wa al-Mu’amalat al-Mashrafiyyah, [Riyadh:
Dar al-‘Ashimah, 1417 H], h. 369-375) menyatakan: (Jenis kedua) adalah
saham-saham yang terdapat dalam perseroan yang dibolehkan, seperti
perusahaan dagang atau perusahaan manufaktur yang dibolehkan.
Bermusahamah (saling bersaham) dan bersyarikah (kongsi) dalam perusahaan
tersebut serta menjualbelikan sahamnya, jika perusahaan itu dikenal
serta tidak mengandung ketidakpastian dan ketidakjelasan yang
signifikan, hukumnya boleh. Hal itu disebabkan karena saham adalah
bagian dari modal yang dapat memberikan keuntungan kepada pemiliknya
sebagai hasil dari usaha perniagaan dan manufaktur. Hal itu hukumnya
halal, tanpa diragukan.
d. Pendapat para ulama yang membolehkan
pengalihan kepemilikan porsi suatu surat berharga selama disepakati dan
diizinkan oleh pemilik porsi lain dari suatu surat berharga (bi-idzni
syarikihi). Lihat: Al-Majmu’ Syarh al-Muhazdzab IX/265 dan Al-Fiqh
Al-Islami wa Adillatuhu IV/881.
e. Keputusan Muktamar ke-7 Majma’
Fiqh Islami tahun 1992 di Jeddah: Boleh menjual atau menjaminkan saham
dengan tetap memperhatikan peraturan yang berlaku pada perseroan
2. Keputusan dan Rekomendasi Lokakarya Alim Ulama tentang Reksa Dana Syariah tanggal 24-25 Rabiul Awwal 1417H/29-30 Juli 1997M.
3. Undang-Undang RI no. 8 tahun 1995 tentang pasar modal.
4. SK DSN-MUI no. 01 Tahun 2001 tentang Pedoman Dasar Dewan Syariah Nasional.
5.
Nota Kesepahaman antara DSN-MUI dengan Bapepam tanggal 14 Maret 2003 M /
11 Muharram 1424 H dan Pernyataan bersama Bapepam, APEI, dan SRO
tanggal 14 Maret 2003 tentang kerjasama pengembangan dan implementasi
prinsip syariah di pasar modal Indonesia.
6. Nota Kesepahaman
antara DSN-MUI dengan SRO tanggal 10 Juli 2003 M / 10 Jumadil Awwal 1424
H tentang Kerjasama Pengembangan dan Implementasi Prinsip Syariah di
Pasar Modal Indonesia.
7. Workshop Pasar Modal Syariah di Jakarta pada 14-15 Maret 2003 M / 11 - 12 Muharram 1424 H.
8. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada Hari Sabtu, tanggal 08 Sya’ban 1424 H / 04 Oktober 2003 M.
Dewan Syari’ah Nasional Menetapkan : FATWA TENTANG PASAR MODAL DAN PEDOMAN UMUM PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI BIDANG PASAR MODAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
PASAL 1
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
1.
Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
2. Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum.
3.
Efek syariah adalah efek sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal yang akad, pengelolaan
perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syariah.
4.
Shariah Compliance Officer (SCO) adalah pihak atau pejabat dari suatu
perusahaan atau lembaga yang telah mendapat sertifikasi dari DSN-MUI
dalam pemahaman mengenai prinsip-prinsip syariah di Pasar Modal.
5.
Pernyataan Kesesuaian Syariah adalah pernyataan tertulis yang
dikeluarkan oleh DSN-MUI terhadap suatu efek syariah bahwa Efek tersebut
sudah sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah.
6. Prinsip-prinsip
Syariah adalah prinsip-prinsip yang didasarkan atas ajaran Islam yang
penetapannya dilakukan oleh DSN-MUI, baik ditetapkan dalam fatwa ini
maupun dalam fatwa terkait lainnya.
BAB II
PRINSIP-PRINSIP SYARIAH DI BIDANG PASAR MODAL
PASAL 2
Pasar Modal
1.
Pasar Modal beserta seluruh mekanisme kegiatannya terutama mengenai
emiten, jenis efek yang diperdagangkan dan mekanisme perdagannya
dipandang telah sesuai dengan Syariah apabila telah memnuhi
prinsip-prinsip syariah.
2. Suatu efek dipandang telah memenuhi prinsip-prinsip syariah apabila telah memperoleh Pernyataan Kesesuaian Syariah.
BAB III
EMITEN YANG MENERBITKAN EFEK SYARIAH
Pasal 3
Kriteria Emiten atau Perusahaan Publik
1.
Jenis usaha, produk barang, jasa yang diberikan dan akad serta cara
pengelolaan perusahaan Emiten atau perusahaan Publik yang menerbitkan
Efek Syariah tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
2.
Jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 angka 1 di atas, antara lain:
a. Perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
b. Lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional;
c. Produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman yang haram;
d. Produsen, distributor, dan/atau penyedia barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat.
e.
Melakukan investasi pada emiten (perusahaan) yang pada saat transaksi
tingkat (nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih
dominan dari modalnya;
3. Emiten atau perusahaan publik yang
bermaksud menerbitkan efek syariah wajib untuk menandatangani dan
memenuhi ketentuan akad yang sesuai dengan syariah atas efek syariah
yang dikeluarkan.
4. Emiten atau perusahaan publik yang
menerbitkan efek syariah wajib menjamin bahwa kegiatan usahanya memenuhi
prinsip-prinsip syariah dan memiliki syariah compliance officer.
5.
Dalam hal emiten atau perusahaan publik yang menerbitkan efek syariah
sewaktu-waktu tidak memenuhi persyaratan tersebut di atas, maka efek
yang diterbitkan dengan sendirinya sudah bukan sebagai efek syariah.
BAB IV
KRITERIA DAN JENIS EFEK SYARIAH
Pasal 4
Jenis Efek Syariah
1.
Efek syariah mencakup saham syariah, obligasi syariah, reksa dana
syariah, kontrak investasi kolektif efek baragun aset (KIKEBA) Syariah,
dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
2.
Saham syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang
memenuhi kriteria sebagaimana tercantum dalam pasal 3, dan tidak
termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa.
3. Obligasi
syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah
yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang
mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi
syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana
obligasi pada saat jatuh tempo.
4. Reksa dana syariah adalah
reksa dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip Syariah Islam,
baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harga (shahib
al-mal/rabb al-mal) dengan manajer investasi, begitu pula pengelolaan
dana investasi sebagai wakil shahib al mal, maupun antara manajer
investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan penggunaan investasi.
5.
Efek beragun aset syariah adalah efek yang diterbitkan oleh kontrak
investasi kolektif EBA syariah yang berportofolio-nya terdiri dari aset
keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial,
tagihan yang timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan aset fisik
oleh lembaga keuangan, efek bersifat investasi yang dijamin oleh
pemerintah, sarana peningkatan investasi/arus kas serta aset keuangan
setara yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
6. Surat
berharga komersial syariah adalah surat pengakuan atas suatu pembiayaan
dalam jangka waktu tertentu yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
BAB V
TRANSAKSI EFEK
Pasal 5
Transaksi Yang Dilarang
1.
Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian
serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang
didalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah,
maksiat dan kezhaliman.
2. Transaksi yang mengandung unsur
dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman
sebagaimana dimaksud ayat 1 di atas meliputi:
a. Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu.
b. Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (Efek Syariah) yang belum dimiliki (short selling);
c. Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam bentuk memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilarang;
d. Menimbulkan informasi yang menyesatkan;
e.
Margin trading, yaitu melakukan transaksi atas efek syariah dengan
fasilitas pinjaman berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian
efek syariah tersebut; dan
f. Ikhtikar (penimbunan), yaitu
melakukan pembelian atau dan pengumpulan suatu efek syariah untuk
menyebabkan perubahan harga efek syariah, dengan tujuan mempengaruhi
pihak lain;
g. Dan transaksi-transaksi lain yang mengandung unsur-unsur diatas.
Pasal 6
Harga Pasar Wajar
Harga
pasar dari efek syariah harus mencerminkan nilai valuasi kondisi yang
sesungguhnya dari aset yang menjadi dasar penerbitan efek tersebut
dan/atau sesuai dengan mekanisme pasar yang teratur, wajar dan efisien
serta tidak direkayasa.
BAB VI
PELAPORAN DAN KETERBUKAAN INFORMASI
Pasal 7
Dalam
hal DSN-MUI memandang perlu untuk mendapatkan informasi, maka DSN-MUI
berhak memperoleh informasi dari Bapepam dan pihak lain dalam rangka
penerapan prinsip-prinsip syariah di pasar modal.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 8
1.
Prinsip-prinsip syariah mengenai pasar modal dan seluruh mekanisme
kegiatan terkait di dalamnya yang belum di atur dalam fatwa ini akan
ditetapkan lebih lanjut dalam fatwa atau keputusan DSN-MUI.
2.
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 08 Sya’ban 1424 H / 04 Oktober 2003 M
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris
K.H. M.A. Sahal Mahfudh Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin