B. ASAS-ASAS HUKUM KEWARISAN
Setiap ilmu tentunya memiliki asas tertentu yang
menjadi ciri khas dalam disiplinnya. Demikian juga ilmu waris Islam memiliki
asas yang khusus yang digali dari sumbernya sebagaimana yang dijelaskan
berikut. Asas kewarisan yang terdapat dalam sumber hukum Ilmu Faraidh, baik
yang digali dari al-Qur’an ataupun al-Sunnah dapat dikalsifikasi menjadi
beberapa bagian, antara lain adalah:
a. Asas Ijbari. Kata Ijabari secara bahasa dapat diartikan
“paksaan”, yaitu melakukan sesuatu di luar kehendak sendiri. Dalam hal ini
hukum waris berarti “terjadinya peralihan harta seorang yang telah meninggal
dunia kepada yang masih hidup dengan sendiri. Artinya pemberi waris tidak
memiliki perbuatan hukum baik untuk menolak atau menghalanginya terjadinya
peralihan harta tersebut. Dengan kata lain, bahwa dengan meninggalnya pemberi
waris maka hartanya langsung dapat berpindah tangan kepada penerima warisan,
apakah ia suka menerima atau tidak dengan tampa
perkecualian. Ijbar ini dapat dilihat pada tiga sisi: 1). Segi peralihan
harta. 2). Segi jumlah harta yang beralih. 3). Segi penerima warisan. Ketentuan
asas ini bersumber pada firman Allah an-Nisa’ (4) ayat 7: dimana kata “Nashib" pada ayat yang dimaksud dapat berarti saham, jatah, bagian dari harta
peninggalan si pewaris sebagaimana yang dimaksud ayat tersebut. Ayat 7 (tujuh)
yang dimaksud adalah:
ِللرِّجَالِ نَصِيْبٌ
ِمَّما تَرَكَ الْوَالِدَانِ
وَ اْلأَقْرَبُوْنَ وَ لِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ
الْوَالِداَنِ وَ الأَقْرَبُوْنَ مِمّا قَلَّ أَوْ كَثُرَ نَصِيْبًأ مَفْرُوْضًا
Artinya:
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan
ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi bagi istri ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut yang
telah ditetapkan.
b. Asas Bilateral, yaitu seorang dapat menerima hak warisan dari dua
jalur; ibu dan ayah. Asas ini secara tegas ditemui dalam ketentuan al-Qur’an surat an-Nisa’ (4) ayat 7 di atas dan berikut 11 –surat
al-Nisa'- seperti berikut:
يُوصِيكُمْ االلهُ فِي أَوْلَادِكُمْ
لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ
فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ
وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ
لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ
الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ
وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لاَ تَدْرُونَ
أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنْ الله ِ إِنَّ اللهَ كَانَ
عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya:
Allah perintahkan kamu mengenai (pembahagian harta
pusaka untuk) anak-anak kamu, iaitu bahagian seorang anak elaki menyamai
bahagian dua orang anak perempuan. Tetapi jika anak-anak perempuan itu lebih
dari dua, maka bahagian mereka ialah dua pertiga dari harta yang ditinggalkan
oleh si mati. Dan jika anak perempuan itu seorang saja, maka bahagiannya ialah
satu perdua (separuh) harta itu. Dan bagi ibu bapa (si mati), tiap-tiap seorang
dari keduanya: satu perenam dari harta yang ditinggalkan oleh si mati, jika si
mati itu mempunyai anak. Tetapi jika si mati tidak mempunyai anak, sedang yang
mewarisinya hanyalah kedua ibu bapaknya, maka bahagian ibunya ialah satu
pertiga. Kalau pula si mati itu mempunyai beberapa orang saudara
(adik-beradik), maka bahagian ibunya ialah satu perenam. (Pembahagian itu)
ialah sesudah diselesaikan wasiat yang telah diwasiatkan oleh si mati, dan
sesudah dibayarkan hutangnya. lbu-bapa kamu dan anak-anak kamu, kamu tidak
mengetahui siapa di antaranya yang lebih dekat serta banyak manfaatnya kepada
kamu (Pembahagian harta pusaka dan penentuan bahagian masing-masing seperti
yang diterangkan itu ialah) ketetapan dari Allah; sesungguhnya Allah adalah
Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana.
Demikian juga beberapa ayat berikut ini, seperti ayat
12 (dua belas) surat
al-Nisa' berikut:
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا
تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ
وَلَدٌ فَلَكُمْ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا
أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ
وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ
بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلالَةً
أَوْ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ
فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ
مِنْ
بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنْ اللهِ
وَاالله ُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ
Artinya:
Dan bagi
kamu satu perdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isteri kamu jika
mereka tidak mempunyai anak. Tetapi jika mereka mempunyai anak maka kamu
beroleh satu perempat dari harta
yang mereka tinggalkan, sesudah ditunaikan wasiat yang mereka wasiatkan dan
sesudah dibayarkan hutangnya. Dan bagi mereka (isteri-isteri) pula satu
perempat dari harta yang kamu tinggalkan, jika kamu tidak mempunyai anak.
Tetapi kalau kamu mempunyai anak maka bahagian mereka (isteri-isteri kamu) ialah
satu perlapan dari harta yang kamu tinggalkan, sesudah ditunaikan wasiat yang
kamu wasiatkan, dan sesudah dibayarkan hutang kamu. Dan jika si mati yang
diwarisi itu, lelaki atau perempuan, yang tidak meninggalkan anak atau bapa,
dan ada meninggalkan seorang saudara lelaki (seibu) atau saudara perempuan
(seibu) maka bagi tiap-tiap seorang dari keduanya ialah satu perenam. Kalau
pula mereka (saudara-saudara yang seibu itu) lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu pada satu pertiga (dengan mendapat sama banyak lelaki dengan
perempuan), sesudah ditunaikan wasiat yang diwasiatkan oleh si mati, dan
sesudah dibayarkan hutangnya; wasiat-wasiat yang tersebut hendaknya tidak
mendatangkan mudarat (kepada waris-waris). (Tiap-tiap satu hukum itu) ialah
ketetapan dari Allah. Dan (ingatlah) Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Penyabar.
Selanjutnya yang dijadikan sandaran juga adalah ayat
176 surat
al-Nisa' sebagai berikut:
يَسْتَفْتُونَكَ قُلْ
اللهُُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلاَلَةِ إِنْ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ
وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا
وَلَدٌ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ وَإِنْ
كَانُوا إِخْوَةً رِجَالاً وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ
يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا وَاللهُُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ “
Artinya:
Mereka meminta
fatwa kepadamu. Katakanlah: “Allah membei fatwa kepada kamu tentang kalalah:
jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempnyia saudara
perempuan, maka baginyanya seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan
saudaranya yang laki-laki mepusakainya jika ia tidak mempunyai anak; tetapi
jika saudara perempuan itu dua orng, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka
saudara-saudara laki-laki dan perempaun, maka bahagian saudara laki-laki
sebanyak bahagian dua saudara perempuan. Allah menreankan kepada kamu supaya
kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Dalam beberapa ayat tersebut dijelaskan bahwa seorang
dapat mewarisi warisan keluarganya, baik dari pihak laki-laki dan perempuan.
c. Asas Individual, yaitu bahwa setiap orang berhak atas bagian yang
didapatinya tampa
terkait dengan ada atau tidak adanya pada ahli waris lainnya. Dengan demikian
bagian yang diperoleh seorang dari harta warisan adalah dapat dimiliki secara
perorangan dan tidak ada sangkut pautnya ahli waris lain terhadap harta yang
diterimanya, sehingga ia memiliki kebebasan penuh terhadap harta yang
diterimanya. Ketentuan atas asas ini adalah berdasarkan ayat 7 surat al-Nisa’, dimana
disana dijelaskan bagian masing-masing orang.
d. Asas Keadilan Berimbang, yaitu asas yang mengarahkan kepada perimbangan antara
hak dan kewajiban antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan, sehingga
faktor jenis kelamin tidak menentukan dalam hak kewarisan. Hal ini berbeda
dengan yang diberlakukan pada adat yang dikenal dengan garis keturunan
patrinial, yaitu garis keturunan yang ditarik dari keturunan bapak. Sementara dasar hukum asas peimbangan ini adalah surat an-Nisa’ ayat 7, 11,
12, dan 176 sebagaimana telah disebutkan.
e. Asas Kewarisan Semata Akibat
Kematian, yaitu bahwa hukum waris
Islam memandang terjadinya pewarisan semata-semata disebabkan adanya kematian
yang pemberi warisan. Sementara harta yang diberikan pada saat pemberi warisan
masih hidup bukanlah dinamakan harta warisan, melainkan hibah atau wasiat
Itulah asas pokok Ilmu Mawaris Islam, bila salah satu
dari asas itu tidak terpenuhi maka jelas tidak dikatakan Ilmu Waris Islam.
Keberadaan Ilmu Mawaris dengan segala asas yang dikandungnya adalah bersumber
dari beberapa sumber yang akan dijelaskan berikut.
Artikel Terkait :