Ila Abdulrahman
Beberapa
waktu yang lalu, grup telegram dimana saya bergabung “sedikit’ ramai karena
urusan pinjam meminjam, dengan berbagai alasan. Ada yang untuk modal, ada yang alasan
beli obat, bahkan dengan kalimat yang menyedihkan, “ saya bersedia melakukan
apapun untuk 300 ribu agar bias membeli obat”.
Benar atau tidak hanya dia dan Tuhan yang tahu.
Sebenarnya,
jika ada yang meminjam, boleh ga sih kasih pinjam? Dari pos manakah
diambilkan? Tidak ada ketentuan baku pos mana yang digunakan. Namun
beberapa hal berikut dapat dijadikan
bahan referensi jika hedak memberikan pinjaman.
1.
Ada Tidak Duitnya
Sebelum memberi pinjaman atau menolaknya,
pastikan dulu ada tidak duitnya. Jika tidak ada, mudah, tinggal bilang, tidak
ada yang dipinjamkan.
Kategori “ada” adalah duit bebas. Untuk
menentukan ada tidaknya duit “bebas” fahami
mana pengeluaran kita yang bersifat
kebutuhan dan mana yang bersifat keinginan, mana “needs” mana “wants”.
Pengeluaran yang bersifat kebutuhan harus dipenuhi, karena jika tidak,
mengancam kehidupan. Contohnya sadang, pangan, dan tempat tinggal. Sedangkan ‘wants”
adalah pengeluaran yang jika tidak dipenuhi, kita akan baik-baik saja. Namun
dewasa ini banyak hal yang bergeser, dimana dulunya bersifat sebagai keinginan,
akhirnya menjadi kebutuhan. Misalnya, dahulu untuk sikat gigi cukuplah sikat
dan pasta gigi, namun sekarang menjadi, sikat gigi, pasta gigi, dental floss dan mouthwash. Atau untuk mencuci
dahulu cukup sabun sekarang menjadi detergent,
pewangi , pelembut pakain, dsb.
Dalam ilmu perencanaan keuangan kecukupan
kebutuhan “needs”itu adalah,,
terpenuhinya kewajiban sosial, membayar kewajiban cicilan utang, memenuhi
kebutuhan investasi , dan kebutuhan hidup sehari-hari, agar ada energi untuk
terus membantu orang lain. Makan itu kebutuhan, makan apa itu keinginan.
Ketika kebutuhan diri sendiri 4 pos diatas
sudah terpenuhi boleh-boleh saja sisanya dipinjamkan. Poin pentingnya adalah
kebutuhan keluarga tidak terganggu jika memberi pinjaman kepada orang lain.
2.
Ask
Our Self, Mengapa Kita Perlu Memberi Pinjaman?
Tanyakan alasan mengapa kita memberi pinjaman.
Apakah karena dia memang butuh dibantu , butuh dipinjami atau karena relationship. Berhati-hati jika memberi
pinjaman dengan alasan pertemanan, persahabatan, persaudaraan, karena ketika
terjadi piutang macet, hubungan pertemanan atau persahabatan menjadi rusak.
Pepatah mengatakan “ darah boleh saudara, tapi uang, tidak!”
3.
Untuk apa?
Pernah
gak, jengkel sama yang pinjam duit, kitanya berusaha mengada-adakan agar ada
yang dipinjamkan, ternyata setelah itu kita melihat postingan ig nya sedang
berfoya-foya? Nah, ketika kita ada duitnya yang dipinjmkan ga ada salahnya
menanyakan, untuk apa uang itu. Jangan
sampai kejadian menjengkelkan itu terulang.
Baiknya
kita meminjamkan adalah untuk yang
bersifat “kebutuhan” bukan yang sifatnya untuk “wants”. Misalnya pinjam untuk
makan, bayar sekolah anak, bayar biaya pengobatan atau untuk hedon atau bisnis.
Kita juga perlu kroscek apakah benar untuk kebutuhan tersebut, kecuali kita mau
bikin pagar, agar tidak dijadikan langganan.
4.
Bagaimana Jika
Pada
beberapa kasus, peminjam adalah orang yang menggampangkan. Kalangan ini, memandang
orang yang dia pinjami, hidupnya enak. Padahal, demi kebutuhan keluarga dan
uang yang dipinjamkan, peminjam bekerja jauh, menjalani kehidupan Long Distance Relationship (LDR), pulang
bertemu keluarganya hanya sebulan bahkan setahun sekali.
Dalam hal
pinjam untuk modal bisnis, Salah satu cara yang bisa dilakukan dalam memberi
pinjaman adalah dengan,”bagaimana jika sharing
modal saja.”Ingat untuk meminta proposal analisa usaha. Cara ini ibarat memberi
kail, bukan ikan dan membuat orang lebih bertanggungjawab.
5.
Kira-Kira Balik Gak Ya Duitnya?
Pertanyaan
yang sering muncul adalah,” balik gak ya duitnya jika aku kasih pinjam?” Jika
yakin balik tepat pada waktunya sah-sah saja diambilkan dari dana yang
sebenarnya dana terpakai namun tidak tertlalu urgent, seperti dana sisa
belanja, atau dana entertain pribadi, “uang laki-laki”, “uang perempuan”. Namun
jika ada kekhawatiran bakal telat balikin, baiknya memang dari dana sisa yang
benar-benar belum ada tujuan pakainya.
Bagaimana
jika yakin gak bakal dibalikin? Biasanya orang tidak balikin ada 2 kategori,
pertama karena memang tidak ada buat balikin, ia kategori butuh dibantu.
Jangankan untuk balikin, meminjam itupun dia lakukan setelah berpikir beribu
kali dan sudah menahan lapar berhari-hari. Dalam kondisi ini, jangan diberi
pinjaman, tapi berikan dana dari alokasi soisal, zakat jika masuk dalam 8
kategori penerima zakat, atau dana sedekah, sehingga ia tidak ada hukum pinjam
meminjam namun, sedeksh, pemberian atau hadiah.
Jika
sekiranya tidak dibalikin, karena kategori kedua yaitu sengaja, tidak usah
diberi pinjaman, daripada menghancurkan hubungan karena membuat suasana menjadi
tidak nyaman. Tidak ditagih, nyatanya berutang, ditagih, galakan yang utang.
Mengalami?
6.
Meminjamkan Sertifikat Sebagai Agunan?
Think again!
Tak
sedikit dari masyarakat Indonesia, karena pertalian darah, atau hubungan hukum,
hubungan akrab pertemanan atau parahnya baru kenal, berani meminjam dokumen
kepemilikan seperti BPKB, Sertifikat tanah, sertifkat rumah dipinjamkan ke
orang lain untuk digunakan sebagai agunan pinjaman. Atau mengajukan pinjaman
untuk dipakai orang lain. Jangan ya gaes, karena jika cicilan tidak dibayar,
aset terancam disita, dan tidak ada yang tersisa kecuali hancurnya hubungan.
Dilema bagi pemilik jaminan, tidak dbayarin cicilannya asetnya terancam hilang,
ditalangin ditutup tunggakannya, dia tidak pinjam. Gimana coba? Maka, jangan
pernah meminjamkan baik dokumen maupun nama diri untuk pinjaman orang lain. Dia
yang makan enaknya, pemilik agunan yang harus berdarah-darah jika terjadi
masalah.
Hal ini
terjadi pada seorang ibu, sebut saja ibu mawar, meminjamkan sertifikat rumah
yang dia tempati untuk adiknya. Kasus pertama cicilan tidak dibayar selama 10
bulan, akhirnya ditutup sama ibu Mawar. Salahnya ibu Mawar bukan membayar
tunggakan cicilan langsung ke bank, namun memberikan ke adiknya untuk
dibayarkan. Apa yang terjadi? Hanya dibayarkan selama 5 tunggakan dari total
dana untuk 10 tunggakan.
Setelah
kasus gagal angsur yang pertama dan kemudian ditutup, 2 tahun kemudian terjadi
kembali gagal bayar, selama 3 angsuran. Karena sudah kejadian yang ke-2, bank
sudah tidak ada kelonggaran, dan rumah akan dilelang. Seperti petir disiang
bolong, rumah dimana ia dan anak-anaknya tinggal akan dilelang, untuk pinjaman
yang dipakai adiknya. Piye perasaanmu gaes, kalo mengalami seperti ini, padahal
adik sendiri?
7.
Etika dalam utang piutang
- Memenuhi kebutuhan diri sendiri dahulu, baru menolong (memberi pinjaman) orang lain. Bagi muslim, ada adab ketika berdoa adalah mendoakan diri sendiri dahulu baru mendoakan orang lain, juga HR Muslim, “ Mulailah dari diri sendiri dahulu.” Artinya, berdayakan, penuhi kebutuhan diri sendiri dulu, baru membantu orang lain.
- Contoh lain ketika Anda naik pesawat terbang, pada saat demo alat keselamatan, disana disampaikan, “pakailah masker terlebih dahulu, baru memakaikan untuk orang lain.
- Mencatat utang piutang
- Menyegerakan membayar utang, tidak menunda-menunda ataupun berbelit-belit dalam membayar utang.
- Memberi kelonggaran bagi peminjam
- Segera memberitahu jika ada keterlambatan pembayaran, jangan menunggu ditagih.
- Memberi keluarga yang lain tentang utang yang dimiliki, karena utang merupakan warisan. Ia harus dibayar meski peminjamnya meninggal.
- “Sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam pembayaran utang” (HR Bukhari, Muslim, Nasai, Abu Dawud, Tirmidzi)
Nah, dimana posisi kita, pemberi atau penerima
utang? Utang piutang boleh-boleh saja. Utang, harus dibayar, bayarnya boleh
nyicil asal sepakat. Nah, selamat berbuat
baik dengan utang piutang. Empowering your financial!
Artikel sudah tayang di detik finance.