“Berhaji itu kewajiban, berhaji dengan kelas apa itu pilihan.” (Foto: Canva.com)
Kabar miris itu datang dari Solo: uang haji dimakan rayap. Kabar baik juga datang dari Solo. Perencana Keuangan Ila Abdurahman punya solusi bagaimana menyiapkan dana haji secara tepat dan aman.
Pak Samin sedih meratapi nasib. Menurut berita di media, uang tabungan haji yang disimpannya di celengan plastik remuk dimakan rayap. Jumlahnya tak sedikit: hampir 50 juta Rupiah. Itu di celengan yang remuk. Sedangkan di celengan satunya masih utung uang sejumlah 49,8 juta.
Kabar berikutnya menyebutkan, Bank Indonesia mengganti uang rusaknya. Tidak semua. Hanya yang dua per tiga wujud fisiknya masih utuh. Setelah dicek, Samin beroleh penggantian uang baru 20 juta sekian.
Menanggapi ini, saya menghubungi perencana keuangan Ila Abdulrahman (@ila_abdulrahman). Ia tinggal di Solo. Tetanggaan dengan Pak Samin yang disebut bekerja sebagai penjaga sekolah di SDN Lodjiwetan, Kota Surakarta.
Saya memanggilnya Mbak Ila. Padanya saya meminta pendapat tentang dua hal. Pertama, tanggapan atas kasus Pak Samin. Kedua, saya minta saran tentang bagaimana sebaiknya merencanakan dana haji secara tepat dan aman.
Menanggapi pertanyaan pertama, Mbak Ila balik mengajukan pertanyaan, “Penghasilan Pak Samin berapa ya? Gede lho bisa menyisihkan uang segitu per bulan.”
Di detik.com hanya disebutkan kalau Pak Samin mengaku menyisihkan 200 ribu rupiah per hari selama 2,5 tahun. Tidak disebutkan dari mana uang 200 ribu itu didapatkan Pak Samin. Apakah melulu dari penghasilan sebagai penjaga malam atau dia memiliki pekerjaan lain sehingga memiliki penghasilan tambahan?
Bagi Mbak Ila, informasi tentang sumber dana itu penting. Sebagai perencana keuangan, ia selalu minta klien untuk membuka secara transparan sumber pendapatannya supaya terang juga perencanaannya. “Mesti mengisi surat pernyataan bahwa uang yang didapat tidak dari jalan yang melanggar hukum.”
Itu ekstrem kirinya. Ekstrem kanannya, supaya simpanan tidak macet gara-gara sumber dana berhenti di tengah jalan.
Kalau saya, pertanyaannya, masa di zaman gini Pak Samin nggak kenal perbankan? Kenapa tidak menabung di bank? Lagi-lagi dikutip dari detik.com, Pak Samin tidak mau menabung ke bank, “Untuk efisien. Kalau tiap hari ke bank nabung 200 ribu memakan waktu dan tenaga. Saya harus menjaga anak-anak di sekolah.”
Halooo… bukankah tidak harus ke bank setiap hari? Bukankah bisa mingguan? Bukankah bisa pula nitip ke rekan guru atau karyawan; sekolah juga berurusan dengan bank kan?
Kembali ke Mbak Ila. Setelah jelas asal-usul dana, tahap berikutnya adalah menempatkan dana itu ke instrumen keuangan yang tepat: instrumen investasi. Bisa dengan RDPT (reksadana pendapatan tetap), bisa dengan RDC (reksadana campuran), bisa pula dengan RDS (reksadana saham).
“Jika nominal investasi masih lebih kecil dibandingkan ketersediaan dana, nominal investasi dinaikkan sehingga jangka waktu bisa diperpendek. Sebaliknya, jika nominal investasi yang tersedia berat, just do it, dengan dana yang ada, dan waktunya menjadi lebih panjang, misal dari tiga tahun menjadi enam tahun. Rapopo,” saran Mbak Ila.
Ketahui juga masa tunggunya. “Setelah mengetahui masa tunggu, biaya, dan nominal yang harus diinvestasikan, baru bisa tentukan, mau berhaji dengan kelas apa? Reguler, haji plus, atau furoda?” bimbing Mbak Ila.
Imbuh Mbak Ila, “Berhaji itu kewajiban, berhaji dengan kelas apa itu pilihan.”
Pilihan pula metode menyiapkan dananya. Cari yang tepat sesuai kemampuan menyediakan dan kapan mau berangkat. Lebih baik berinvestasi secara merayap daripada menyimpan duit di celengan dan dimakan rayap.
Cara merenvanakan haji dapat dibaca DI SINI.
Credit : SINERGI JOGJA MEDIA -