Skip to main content

Perjanjian Perkawinan, Pra dan Pasca Nikah (Prenuptial & Postnuptial Agreement)

Perjanjian perkawinan menjadi salah satu hal yang sering dibahas oleh mereka yang hendak atau telah menjalani pernikahan. Meski begitu, masih banyak pro-kontra terkait kesepakatan tersebut karena seringkali dianggap mencederai rasa saling percaya terhadap pasangan.

Padahal dalam kacamata hukum, perjanjian perkawinan hadir sebagai upaya preventif apabila timbul permasalahan atau konflik dalam perkawinan. Lalu sebenarnya apa itu perjanjian perkawinan dan bagaimana prosesnya?

Pengertian Perjanjian Perkawinan

Perjanjian perkawinan mengacu pada perjanjian tertulis yang dibuat suami-istri di hadapan notaris baik sebelum atau selama masa perkawinan. Perjanjian tersebut dicatat di pegawai pencatat perkawinan. Umumnya, perjanjian perkawinan akan mengatur ketentuan dan kesepakatan terkait harta pribadi, harta bawaan, hutang, serta aset lain antara suami dan istri. 

Dalam hukum Indonesia, perjanjian perkawinan diatur dalam Pasal 139-185 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Selain itu, perjanjian perkawinan juga diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Bentuk Perjanjian Perkawinan

Ada dua bentuk perjanjian perkawinan yang bisa dipilih oleh pasangan yang akan atau sedang dalam ikatan perkawinan. Pertama adalah menurut Undang-Undang (UU) Perkawinan. Menurut UU Perkawinan, perjanjian tertulis dibuat di hadapan notaris lalu dicatat oleh pegawai pencatat perkawinan.

Bentuk kedua menurut kompilasi Hukum Islam. Terdapat taklik talak dimana perjanjian tersebut diucapkan suami setelah akad nikah dan kemudian dicantumkan dalam akta nikah. Ucapan tersebut berupa talak yang digantungkan pada keadaan tertentu yang mungkin terjadi di masa depan. Selain itu, perjanjian perkawinan juga bisa mengacu pada perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan Hukum Islam, lalu dicatat oleh pegawai pencatat perkawinan.

Proses Perjanjian Perkawinan

Secara hukum, perjanjian perkawinan dapat dilakukan sebelum atau selama perkawinan. Perjanjian perkawinan sebelum perkawinan dikenal dengan istilah perjanjian pranikah (prenuptial agreement). Pada perjanjian ini, calon suami-istri membuat perjanjian tertulis di hadapan notaris sebelum perkawinan dilangsungkan. Perjanjian tersebut lalu dicatatkan ke Kantor Urusan Agama (KUA) atau Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil).

Sementara itu terdapat pula post-nuptial agreement atau perjanjian pasca nikah di mana perjanjian perkawinan dibuat setelah proses perkawinan berlangsung. Dasar hukum post-nuptial agreement adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 (Putusan MK 69/2015). Karena awalnya, perjanjian perkawinan hanya bisa dibuat sebelum atau ketika proses perkawinan dilangsungkan. 

Sama halnya dengan perjanjian pranikah, proses pembuatan perjanjian pasca nikah juga dilakukan dengan membuat perjanjian tertulis di hadapan notaris. Apabila perjanjian pasca nikah berlaku efektif sejak tanggal perjanjian pasca nikah ditandatangani suami istri, maka perjanjian pasca nikah tersebut (setelah ditandatangani) cukup dicatatkan ke KUA atau Disdukcapil.

Apabila suami istri sepakat bahwa perjanjian pasca nikah berlaku surut terhitung sejak tanggal perkawinan mereka, maka perjanjian pasca nikah dimaksud perlu memperoleh penetapan Pengadilan Negeri, baru kemudian dicatatkan ke KUA atau Disdukcapil. (int)

Referensi:

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Putusan Mahkamah Konstitusi No.69/PUU-XIII/2015

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Copyright : https://cmkp-law.com/

Menurut Perencana Keuangan Ila Abdulrahman Perjanjian Perkawinan dapat digunakan untuk mengantisipasi berbagai hal, seperti : perceraian, poligami, kebangkrutan dan perselisihan akan harta atau aset, serta kepastian biaya dan nafkah akan anak, dll.

Popular posts from this blog

Beban Hutang Pra Nikah

"Saya hendak menikah, tetapi minder, calon suami seorang Pengusaha dan kondisi saya banyak hutang akibat bangkrut berbisnis. Saat ini saya bekerja sebagai karyawan, namun gaji habis utk membayar cicilan dan Saya berikan kepada ibu. Apa yg harus saya lakukan mba?" Nita. Eng ing eng..... Kondisi yang tidak mudah jika saya di posisi mba Nita. Perlu di ketahui, beban hutang, dan tanggungan sebelum menikah menjadi salah satu penyebab kekacauan rumah tangga. Oleh karena itu, mba Nita HARUS mengkomunikasikan beban hutang dan alokasi untuk ibu tersebut kepada calon suami, dan di sepakati : 1. Bagaimana sistem keuangan nantinya, apakah SUAMI (Semua Uang Milik Istri), suami presiden, istri mentri keungan, atau uangku uangku - uangmu uangmu dan masing2 menanggung beban pengeluaran yang telah di sepakati. 2. Sistem keuangan menentukan akhirnya Beban hutang menjadi tanggungan siapa nantinya, tanggungan bersama, atau tetap tanggungan mba Nita. 3. Juga bagaimana dengan alokasi untuk ...

6 CIRI HIDUP MAPAN, KAMU TERMASUK NGGAK ?

Hidup mapan adalah dambaan dan kewajiban setiap orang. Karena kita diberi Allah kekayaan dan kecukupan, bukan kekayaan dan kemiskinan. Jadi siapa yang menjadikan kita miskin, adalah diri kita sendiri, akibat tidak merencanakan keuangan dengan baik, sehingga timpang dan tidak proporsional dalam membagi pos-pos keuangan. Beberapa contohnya karena tidak mengeluarkan hak Allah, pelit dalam berinfak sedekah, boros, dan banyak mengeluarkan harta secara sia-sia. Rejeki memang Allah yang memberi, namun manusialah yang seharusnya pandai mengatur agar cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan baik di dunia dan akherat kelak, sehingga kemapanan dapat dicapai. Aidil Akbar Madjid dalam kata-kata mutiaranya menulis, jika hidupmu mapan, maka wajahmu (yang tak tampan) akan termaafkan. ” Sepakat, karena setelah mapan, ketampanan itu bisa diusahakan. So, jika hidupmu mapan, pasangan rupawanpun bukan sekedar impian. Ya kan? Banyak orang mengasosiasikan hidup mapan dengan aset yang dimili...

STEP BY STEP PROSES FINANCIAL PLANNING DI SHILA FINANCIAL

Berikut ini adalah step by step proses konsultasi keuangan di SHILA FINANCIAL sesuai dengan standar IARFC: Calon klien diharapkan memberikan informasi terperinci tentang kondisi keuangannya. Untuk itu, calon klien diminta untuk melakukan asesmen keuangan dengan mengisi formulir DGQ (Data Gathering Questionnaire). Pengisian formulir DGQ akan membantu kami untuk memahami lebih lanjut kondisi keuangan dan faktor-faktor non-keuangan yang berpengaruh pada calon klien. Formulir DGQ dapat diisi secara langsung pada saat konsultasi atau dapat diirim melalui email jika tidak memungkinkan bertemu langsung. Setelah formulir DGQ dikirimkan kembali dan kami sudah memperoleh gambaran yang jelas tentang kondisi dan tujuan keuangan yang ingin dicapai oleh calon klien, kami akan melakukan Financial Check-up dan mengirimkan hasilnya beserta surat penawaran biaya konsultasi sesuai dengan lingkup kerja yang diinginkan oleh calon klien. Surat penawaran tersebut terbuka untuk diskusi, dan jika sudah disepak...